Rabu, 15 Mei 2013

The Long Wedding Road: Session 1




“ituloh sama ratih aja. Kayaknya cocok”.
udah deh sama ratih aja”.
“sama @divardha aja wes sam, rumahnya kan deket”.

Kata tiga orang teman yang saat itu hanya sekedar kelakar, sukur njeplak bahasa kerennya. Dengan tidak mengurangi rasa serius, jawaban dari saya sama, “opo ae! Apaaa aja seh!!”
Bukan saya sedang jual mahal ataupun gak bisa move on, saya tidak mengenalnya! Saya hanya kenal dia dari temen temennya si anu dan si itu. Taunya juga dari FB, YM, dan akun @divardha. Selama itu, ketertarikan sama sekali tidak bernaung diantara kita dalam dunia maya.

Singkat cerita, teman baik saya bernama @ayuindamood titip kaosnya camera obscura. Saat itu saya sedang berada di bandung. Karena males maketin, saya titipkan kaos tersebut ke teman baik saya satunya, @junglon yang sedang di jakarta dan berencana pulang ke malang.
Sesampai di malang, @junglon tidak bertemu dengan @ayuindamood. Karena merasa @divardha teman sejurusan, dititipkanlah kaos tersebut. Mudah harusnya. Nyatanya, ntah bagaimana kok tidak berjalan baik hibah titipan kaos tersebut. Penasaranlah si @junglon ini. Sebagai stalker sejati, didapatkan tweet2 mengejutkan dari @divardha dan @ayuindamood

Mereka sering ngetwit sesuatu yang mirip. Bahkan dengan selang waktu berdekatan. Padahal mereka tidak saling follow! Akhirnya karena penasaran, saya follow juga si @divardha ini. Dengan spekulasi2 liar, ada apakah antara @divardha dan @ayuindamood? Adakah sengketa dan perang dingin di antara mereka? Apa?

Waktu terus berjalan. Biarkan itu menjadi misteri. Hingga saya pindah ke semarang dan baru saja dekat dengan seseorang. Yang rupanya teman smp dan sma si @divardha. Namanya juga gebetan, cari info kemana saja termasuk @divardha dengan minta nomer hp nya lewat DM. Telpon untuk mengorek gebetan, yang rencananya berjalan singkat, jadi banyak curhatnya. Seperti sudah kenal lama sama @divardha ini..

Dan tidak ada telpon2 lagi setelahnya, bahkan perjalanan dengan gebetan juga gak berjalan mulus karena sesuatu hal. Bahkan gebetan juga berujar, “sama ratih aja, aku rela kok”. Apa-apaan ini?!

Hmmm… Singkat kata? Jadi kapan kenalnya sama @divardha?
Saya mulai pindah malang. Semua berjalan normal dan galau. Profesional galauers dong yaa.. :D
Suatu hari di bulan januari 2012 saya pengen nongkrong2 aja. Ngopi2 lucu. Siapa ya yg bisa diajak? Yaudaheh sms lah ke @divardha. Janjian di cafe jam 8, dia dateng jam 9. Baru pulang kerja katanya. Oke fine!

Obrolan2 lepas dan gayeng hingga tengah malam. hingga saya meberanikan diri mengantarkan dia pulang ke rumahnya yang sebenarnya deket banget, tapi itu malem jumat dan lewat kuburan.. Eeerrgghh..

Tidak ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi, hingga esok dia pergi ke jogjakarta dengan mamanya. Sepulangnya 2 hari kemudian, saya mengajaknya menikah. Dia mau…

(to be continued..)

The Long Wedding Road: Session 2

…………

Semudah itukah mengajak seseorang untuk menikah? (Ya)
Apakah mengajak menikah itu semudah mengajak seseorang pergi main? (Ya)
Terkesan main-main dengan ini?
Tidak serius dengan pernikahan?
Nikah itu serius, sakral, butuh proses, butuh persiapan matang, kemapanan, cinta. Bla bla bla.. Zuper sekali.. Hhhhrrrr…

.................

Proses yang membentuk apa yang kita inginkan. Saat kita capek berlarian, kita haus. Dalam keadaan haus itulah muncul keinginan untuk minum, dan gimana caranya mencari minuman supaya segar, gak haus. Itu juga kalo punya niat minum. Kalo males minum ya gpp, tidur juga boleh. Pilihan. Suka-suka.

Niat. Keinginan. Niat yang benar. Bukan niat dibalik niat.
Saat saya masih kuliah, beberapa pacar saya saat itu ada yg mengajak saya menikah. Terus terang pengetahuan saya kesana gak ada. Keinginan saya saat itu tidak ada menikah-menikahnya. Ya kuliah dululah, kerja dulu, ngeband, maen-maen ato apalah yang penting menikah itu gak tau buat apa. Gak kepikiran juga.

Hingga saatnya saya diputusin karena dibilang gak niat, apalagi saya gak lulus-lulus kuliah. Yauwes,
dengan energi kegalauan *ceileh*, skripsipun rampung. Sarjana Teknik ditangan. Dan seorang wanita dekat (yang dikenalin dari adekku) saat itu memberikan harapan dan tantangan untuk menikah dengannya, dengan proses menurut dia taaruf (menurut saya berkenalan). Dengan energi meluap-luap semacam itu, saya berusaha meraihnya, banyak belajar juga tentang Islam, juga tentang pernikahan, juga berusaha mendapatkan pekerjaan yang menurut para orangtua : Mapan.

Pekerjaan sebagai pegawai di sebuah perusahaan BUMN pun didapatkan, kabar gembira itupun aku sampaikan pada wanita tersebut, hasilnya adalah sebuah penolakan untuk menikah karena satu dan lain hal yang diruwet-ruwetkan sehingga janji tingal janji semacam batal menikah versi 2.1. *halah*

NIAT aja belum cukup bukan?
Lalu?

Adek saya menikah dengan sesorang yang dikenalnya lewat temennya, dari pertama ketemu hingga menikah memakan waktu 2 bulan, dimana sebulannya adalah bulan puasa. Persiapan yang ajaib. Mengingat mantu pertamanya ibuku yang termasuk gede-gedean. Saya berada diluar kota, dan pulang saat akan lebaran dan nikahan itu. Haru sekali saat itu. Adek saya pun tidak mengenal betul bagaimana suaminya. Dia cuman bilang: “pasrah mas, Allah yang ngatur”.

Beberapa selang kemudian, adek saya lagi-lagi mengenalkan saya dengan temennya, yang entah kebetulan atau apa adalah teman dekat wanita gak jadi nikah versi 2.1 tadi. Tapi kali ini saya hilangkan semua kriteria dan keinginan pada seorang wanita. Proses yang panjang untuk sebuah taaruf, pasrah gak pasrah yang jelas bapaknya beberapa kali bilang kalo tidak menyetujui. Gak bisa nego. Gak suka sama saya gampangnyalah. Batal menikah versi 2.2.

Niat. Pasrah. Gak cukup, kan?

Gak lama kemudian adek saya yang bongsor menikah. Dengan seseorang yang memang sudah lama dekat dengannya. Tinggal bersama-sama saya. Dan saya punya ponakan dari dia. Saya banyak belajar dari adek saya itu, bagaimana adek saya yang masih muda itu membina pernikahannya, berjuang menjadi ibu, istri, dan mahasiswa kedokteran tingkat akhir. Ya, walaupun masih muda kalo memang sudah waktunya menikah dan punya anak ya dikasih.

Niat. Pasrah. Waktu.

Niatkan menikah bukan karena-karena dan sebab-sebab tertentu. Cocok dan cinta itu bukan alasan “niat” buat menikah. Niat menikah karena ingin beribadah, menyempurnakan iman. Haus tadi, ya niatin minum. Gak peduli jatuh cinta apa enggak sama soda.
Pasrahkan apapun minumannya, kalo haus biasanya juga diminum. Pasrah. Ini sulit. Kebanyakan maunya. Harus manis. Yang dingin. Gak suka yg durian, yg kopi, dll. Yang manis bisa bikin diabete juga lohh.. Allah yang taulah yang terbaik mana buat kita. Tenang aja. Coba minum dikit-dikit. Siapa tau nagih.. *eaaak*
Waktu. Semua pada tau. Semua pada punya kalendar dan jam.. *gak meaning kalo ini* -_-’ Semua sudah ada waktunya. Waktunya makan kapan, tidur kapan. Waktunya belum mikir tentang nikah, sampe waktunya besok nikah. Mana jalan yang arahnya dipermudah, gak usah dipersulit. Nanti kalo dipersulit beneran, jadinya galau lagi. Tambah panjang ceritanya. #rawiswis. Bisa the long wedding road session 3 nanti.
……….

The Long Wedding Road: Session 2.312012

.........

Saat saya mengajak nikah +ratih adiwardhani sinatra dan Ratih menyanggupi, saya bilang ke dia :

proses kita menuju ke pernikahan ini tidak akan mudah seperti kelihatannya, masih ada harus oke dari mama kamu, masih ada kakak kamu sebagai wali, masih ada tentang pekerjaanku, tanggunganmu, ego kita, dll. Kemungkinan tidak jadi menikah tetap ada. Kita punya tujuan kemana, tau tujuan kita kemana, kalo kita belok-belok ya sampainya lama, atau bahkan gak sampai ke tujuan kita. Jadi kalo ada jurang, naga, hantu, atau apapun ya dihadapi. Cari cara menghadapinya. Sekarang kita gak usah membicarakan tentang pernikahan dulu sebelum aku secara resmi meminangmu ke mama dan kakakmu. Istikharah, kalo memang jalannya, Allah pasti mempermudah

........

Ternyata benar saja, kalo tidak semudah itu, pernikahan saya tidak disetujui oleh naga (yang saudara bukan teman bukan). Konyol kan? Bahkan saya sampai mengalah karena naga yang aneh ini meminta saya menikah tahun depan saja. Ternyata Allah mengaturnya tidak demikian. Fitnah dan makian dia yang gak jelas itupun menguap entah kemana. Ijab qobul saya terbaca lancar di hari minggu 23 desember itu. Alhamdulillah..





END.


Disandur dari Tumblr